Rabu, 20 Juli 2011

Bait Elegi Dalam Kisah Klasik Romantik

Dia,,
Sosok yang sejak dulu menjadi panutan dan sumber kekagumanku,,
Sosok yang terlukis dan terukir dengan binar cahaya yang meredupkan keraguan pada kaumnya yang dalam pandanganku dulu begitu tak menentu.
Dia,,
Sejatinya sosoknya yang begitu santun yang memberi penawar pada prasangkaku atas kawannya yang seolah bingung dalam menyikapi kaumku,,
Aku tak pernah melihat betapa ia ingin menjadikanku sebagai bagian dari kisah  perjalanan hidupnya, aku pun tak pernah melihat bahwa harapanku mampu dipertemukan dengan harapan yang sama yang selayaknya ia miliki. Mencoba mengerti dan menyadari bahwa setiap harapan pasti tak lekas akan menjadi kenyataan seutuh sesuai dengan yang kita inginkan. Menyadari fitrahku sebagai perempuan akupun hanya bisa terdiam dan kembali pada ketakutan dan keraguan dalam pandangan atas kaumnya yang begitu tak menentu.
6 September 2008.
Setelah tak pernah aku dengar kabar tentangnya lagi, dan aku pun masih terdiam dalam renungan tentang kehidupan yang memberiku banyak pelajaran dan pengalaman berharga, namun yang mungkin belum aku fahami dan aku begitu ingin mengetahuinya kala itu, ya,,,,itu lah. Tak mampu aku menjabarkannya karena sampai sekarangpun aku belum memahami apa makna sebenarnya dari  itu semua.
Dengan nada yang begitu datar,,
Dengan warna yang begitu pudar,,
Tulisan sederhana,,,
Bukanlah kertas sempurna yang ditawarkan darinya, melainkan kertas Koran yang warnanya pun tidak begitu kontras dengan pena sederhana bertintakan hitam.
Saat itulah kumulai merangakai cerita. Dengan segala bentuk kesederhanaan yang hanya beralaskan ketulusan dan pengorbanan. Mengingat hal itu, aku menyadari bahwa ceritaku akan dilihat banyak orang ketika aku rangkai dengan sebaik dan serapi mungkin. Begitu memotivasiku untuk  menjadikan kisah yang aku ceritakan jua terangkai dan tersusun kian rapi. Aku tak mengaharapkan adanya tipe-x yang harus aku bubuhkan untuk menghapus kesalahan dalam proses penyusunan cerita yang hanya akan membuat cela dan memudarkan keindahan yang selayaknya aku tampilkan.
11 September 2008
Bak memecahkan teka – teki atas akhir dari penantian dan harapan yang kala itu terkungkung dalam hati yang terbungkus dengan kesetiaan pada keraguan. Barulah aku menyadari bahwa aku mampu menemukan harapan yang sama darinya.
Kembali, aku mulai menyusun hati agar mulai membuka mata untuk melihat ketulusan yang juga tertera dalam deskripsi sosoknya. Maniiis.. Kekaguman itu mulai hadir dalam hati dan fikiranku. Aku jua tak mampu mengindahkan bahwa mulai ada suatu ketertarikan untuk menjadi bagian dari kisah yang mungkin jua akan ia ceritakan dalam setiap paragraf dan bait cerita yang kelak ia susun sendiri sebagai kisahnya. Aku mengharapkannya. Namun aku tak berani menaruh harapan berlebih, kembali, aku masih setia pada keraguan akan kaumnya yang tidak menentu..
25 Oktober 2008
Dengan  segala keyakinan yang meski baru terkumpul sepersekian persen dari isi hatiku. Dengan rasa yang masih didominasi dengan keragu – raguan. Dengan kegalauan atas akhir cerita yang tak mampu aku terka dengan rasa optimis. Dengan nada – nada lirih dan penuh kehati-hatian. “Ya..!!!”. Aku memberanikan diri melontarkan kata yang aku sadari harus aku pertanggungjawabkan, dan tidak bisa aku sepelekan begitu saja. Sederhana memang, tapi aku tahu, begitu banyak konsekuensi serta hukum – hukum kausalitas yang menyertainya. Tak apa lah, aku terlanjur melangkahkan kakiku kearahnya. Dengan niat karena-Mu, aku mencoba menjadi yang terbaik kala itu.
            23 November 2008
Kekhawatiranku terjawab sudah. Terbayarlah semua keraguanku atas kaumnya. Semuanya hanya membuatku berani menguatkan pandangan bahwa memang semuanya begitu tak menentu. Diselimuti kegalauan, disisipi ketakpastian, dibungkus dengan keraguan, hingga akhirnya aku membuka isinya, dan benar saja, hanya kekecewaan yang lantas aku dapatkan. Tapi biarlah, aku tak akan pernah membubuhkan tipe-x untuk mengahapus paragraf dan bait yang menjadi saksi kesakitanku kala itu. Kan kubiarkan bait tersebut terlukis manis dalam paragraf singkat yang hanya terdiri dari 2-3 baris saja. Kan kujadikan petuah yang kelak aku akan datang kembali untuk membaca paragraf itu agar aku  tahu bahwa tak akan pernah ada kisah yang sempurna.
27 Desember 2008
Hati tak akan pernah bisa menguatkan kita untuk membohongi diri sendiri. Ada Dia yang maha mampu membolak-balikkan hati yang Ia titipkan padaku sampai saat ini. Atas itu juga, kembali aku mengumpulkan ide untuk melanjutkan ceritaku yang menjadikan dirinya sebagai aktor dan menjadi lawan main  untukku dalam kisahku itu. Pengalaman menjadikanku lebih arif memang, membuat aku begitu memahami bahwa akan ada banyak ranjau yang menghalangi langkahku. Menjerat bebat serta mengikat kuat, yang mungkin hendak menghentikan ideku untuk menuliskan bait demi bait cerita yang aku harapkan tersusun sempurna.
Sering aku mencoba membaca kembali cerita pada paragraf awal,,
Heemmmh….
Maniis,,, indah,,, meski tahu itu fana..
1 2 tahun cerita itu begitu mulus terukir, tak pernah aku membubuhkan tipe-x walau sekali. Akupun terlelap dalam keyakinan bahwa aku akan baik-baik saja. Atas itu lah, aku tertidur dan aku mengabaikan kehati – hatian yang seyogyanya aku sertakan dalam setiap waktu kususun cerita. Tahun ke-3,, aku yang kian dimanjakan dengan segala bentuk pengertian, perhatian, ketulusan, pengorbanan, penghormatan, penghargaan, serta kesetiaan, membuatku lupa bahwa aku harus belajar mandiri dan menghentikan ego untuk mendapatkan semua itu secara utuh lagi.
Dengan hati yang kian rapuh, dengan ego yang kian membuncah, dengan fikiran yang semakin menutup kesadaran bahwa aku harus belajar bersikap dewasa. Aku uraikan air mata, ku usapkan setiap jemari untuk menghapus dan mengeringkan air mata yang mengalir di pipiku setiap malam. Setiap saat menuntut bahwa ia akan selalu hadir untuk sekedar menanyakan keadaanku, berharap bahwa  ia akan selalu ada untuk menyampaikan rasa khawatirnya akan aku yang terbentang jarak  yang membuatku tak mampu meyakinkan diri bahwa ia baik-baik saja.
Kini aku tersadar bahwa itu hanya menimbulkan kesakitan yang tiada berarti bagiku. Maaf,, aku yang hanya membuatmu merasa terbebani atas setiap keegoisanku, membuatmu merasa bersalah atas tangis yang kuhabiskan sepanjang malam. Aku mengerti, kau hanya tak mempunya pilihan untuk menyisihkan waktu untukku. Walau tanpa kabar, tap aku yakin, Dia yang akan menjagamu lebih dari yang mampu aku lakukan. Aku mencoba memenuhi perasaan dan fikiranku dengan kepercayaanku padamu.
Sekali lagi, meski aku menyiapkan tipe-x untuk menghapus bait cerita yang mungkin tidak selayaknya ada, tapi aku tidak pernah mengharapkan bahwa aku harus menggunakannya untuk menghapus bait ceritaku denganmu dalam kisah ini. Dengan segala kesederhanaan, aku ingin membuatmu bangga dengan sosokku yang menjadi tongkat untukmu berjalan, serta membuatku tetap bangga dengan sosokmu yang menjadi mata untuk menuntun setiap langkahku dalam mengisahkan cerita yang aku pun belum tahu akhirnya apa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar